Alasan Kembali ke Facebook



Dihapus sayang tapi malas dipakai, itulah yang ada dibenak saya terhadap akun Facebook yang miliki. Situs jejaring sosial yang sangat popular ini bahkan tercatat memiliki lebih dari satu milyar pengguna akun aktif dan lebih dari separuhnya menggunakan telepon genggam. Sehingga tidak heran kebanyakan dari kita pun dapat dipastikan memiliki akun Facebook, dan hal itulah yang membuat Mark Zuckerberg (Pendiri Facebook) berani “membuka diri” dengan melakukan Initial Public Offering (IPO) saham facebook kepada publik. Sudah barang tentu hal ini bukan tanpa pertimbangan yang matang, karena besarnya jumlah pengguna Facebook sejalan dengan potensi pendapatan iklan yang diperoleh.

Di Indonesia sendiri Facebook dikatakan berhasil menggaet pengguna dari berbagai kalangan, bahkan membuat orientasi dari produsen gadget ponsel/tablet maupun operator selular di tanah air untuk membuat teknologi yang berpatokan pada UUF (ujung-ujungnya Facebook).

Pengguna Facebook yang cukup banyak sering kali “disalahgunakan”  oleh pemilik akun yang nyambi berwiraswasta. Ibarat dua sisi mata uang yang sulit terpisahkan, hal tersebut menimbulkan dampak yang berbeda. Positif untuk pemilik akun Facebook lapak online si pedagang, dan terkadang dirasakan negatif bagi pengguna yang memanfaatkannya untuk forum silaturahmi. Hal tersebut dikarenakan pedagang lapak online di-Facebook sering kali “asal-asal” menge-tag foto dagangan secara membabi-buta tanpa izin, sehingga dirasakan cukup mengganggu notifikasi akun pengguna Facebook lainnya. Itulah salah satu alasan saya beralih ke jejaring sosial twitter untuk dapat berkicau, karena di Facebook saya merasa privasi saya terganggu (brasa artis beken yaa, hehe).

Perkembangan saat ini banyak sekali muncul situs jejaring sosial multiplatform dengan berbagai kelebihan fitur yang ditawarkan, sebut saja seperti: Twitter; Path; Instagram; GooglePlus; Line; Circle; Linked; Kakao Talk. Hal tersebut memang memanjakan pengguna internet karena banyaknya pilihan jenis jejaring sosial dengan segudang fiturnya. Namun menurut saya hal tersebut justru menimbulkan fragmentasi dan melupakan dari esensi awal dari fungsi situs jejaring sosial yaitu menyatukan dan mendekatkan komunikasi dengan rekan di seluruh dunia.

Dengan banyaknya situs jejaring sosial justru membuat saya menjadi ribet dalam berkomunikasi, karena sering dijumpai ada rekan yang mempunyai twitter, namun rekan lainnya tidak punya akun twitter melainkan mempunyai akun Path, ada yang hanya punya Instagram, ada yang hanya punya Kakao Talk, ada yang hanya aktif menggunakan Line. Dari semua pola komunikasi ribet tersebut muncul satu pertanyaan: Apakah saya harus mempunyai seluruh akun jejaring sosial untuk dapat berkomunikasi dengan rekan-rekan saya? Sudah barang tentu hal ini dirasakan sangat tidak produktif (boros waktu dan boros batu batere ponsel/tablet).

Time is flies….  beberapa waktu lalu saya kembali mengakses akun Facebook saya, dan menurut pengamatan saya situasi Facebook saat ini cukup kondusif. populasi pedagang lapak online sudah mulai berkurang, sehingga lebih nyaman dipakai berkomunikasi dengan rekan-rekan sejawat. Memang diakui fitur yang ditawarkan Facebook terbilang sederhana seperti bertukar-pesan, notifikasi otomatis ketika memperbarui profilnya dan memberikan komentar pada status teman, mengunggah foto, mengklasifikasikan/ membuat grup. Lingkup cita rasa jejaring sosial Facebook yang sangat luas, membuat kita lebih leluasa terhubung dengan orang-orang.

Post a Comment

Previous Post Next Post