Pasca debat
Capres ke III kata “bocor” yang dipopulerkan H. Prabowo Subianto semakin
menjadi trending topic di twitter dan jejaring sosial lainnya. Dahulu kata “bocor”
hanya identik dengan iklan “No Drops” dengan tagline cat pelapis anti bocor. Namun bocor yang dimaksud disini
adalah kebocoran anggaran yang sempat diungkapkan dalam debat capres nilainya
Rp. 7.200 Triliun (kemudian diralat menjadi Rp. 1.000 Triliun) oleh Capres
nomor urut 1 H. Prabowo Subianto.
Pertanyaannya
adalah apakah kebocoran anggaran yang dimaksudkan oleh Capres H. Prabowo dapat
dipertanggungjawabkan datanya? Klarifikasi resmi yang diberikan oleh Tim Sukses
Prabowo-Hatta dalam berbagai konferensi pers, kebocoran yang dimaksudkan adalah
potensi pemasukan Negara melalui eksploitasi sumber daya yang dimiliki
Indonesia. Sekali lagi ditekankan adalah kata kunci “potensi pemasukan Negara”
Selanjutnya
kita dapat kaji kembali, apakah “potensi pemasukan Negara” dapat
diklasifikasikan dalam keuangan Negara?
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata “bocor” dapat diartikan berlubang sehingga
air/udara dapat keluar atau masuk. Titik tekannya adalah tempat yang telah ada
isinya baik berupa air, udara, maupun benda lainnya.
Logika
simpelnya seperti ini: Keuangan Negara ibarat sebuah bejana tabung yang telah
berisi air di dalamnya. Apabila bejana tabung tersebut tidak solid/ retak, maka
air di dalam tabung akan keluar dan hal inilah yang disebut kebocoran keuangan.
Lain halnya
dengan potensi kebocoran ibarat sebuah bejana tabung kosong, diletakkan di
tanah lapang tanpa atap, sehingga apabila hujan turun dapat langsung masuk
untuk mengisi bejana tabung tersebut. Namun bukan berarti bejana tabung
tersebut pasti terisi air, bisa saja bejana tabung tersebut tetap kosong karena
hujan tidak turun, yaa namanya juga potensi (belum tentu ada). Sepertinya dalam
konteks ini lebih pas mengganti kata “kebocoran keuangan” dengan kata
“kehilangan peluang pemasukan”
Secara
yuridis dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan
Negara mendefinisikan keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara
yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun
berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung pelaksanaan hak dan
kewajiban tersebut.
Selanjutnya
dijelaskan juga dalam penjelasan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang
menyatakan: Keuangan Negara adalah seluruh kekayaan Negara dalam bentuk apapun,
yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian
dan segala hak dan kewajiban yang timbul. Kerugian tersebut yang sudah dapat
dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang atau
akuntan publik yang ditunjuk (lazimnya BPK, BPKP, atau Inspektorat).
Kesimpulannya, apa yang
disampaikan/ dimaksudkan oleh Capres H. Prabowo Subianto yang berjanji untuk
mengamankan potensi keuangan Negara, merupakan sesuatu yang baik dan perlu
didukung. Namun hal ini semoga bukan hanya menjadi kata-kata pemanis dalam kampanye
yang berujung pada janji di atas ingkar. Selain itu pun semoga bukan juga
dijadikan sebagai “tameng” berbuat tirani dengan dalih korupsi untuk
menjatuhkan lawan politiknya, karena sebuah perbuatan korupsi harus memenuhi
tiga unsur: pelaku memperoleh keuntungan/ menguntungkan orang lain; kepentingan
umum tidak terlayani; Negara dirugikan.
Kalau saya bilang bochor ya bochor Gan....
ReplyDelete:p
Post a Comment