Perkawinan adalah ikatan lahir dan bathin antara seorang Pria dan
seorang wanita sebagai Suami dan Isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal bedasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (vide Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan).
Dalam hubungan perkawinan, Suami dan Isteri harus saling setia,
tolong-menolong dan bantu membantu (vide Pasal
103 KUHPerdata). Sedangkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Perkawinan menentukan
bahwa Suami Isteri wajib saling
mencintai, hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu
kepada yang lain.
Selain dalam Pasal 104 KUHPerdata juga ditentukan bahwa Suami dan Isteri
harus memelihara dan mendidik semua anak mereka dengan memperhatikan kebutuhan
hidup yang layak, sesuai dengan kemampuan ekonomi Suami dan Isteri tersebut.
Selama perkawinan Suami dan Isteri sering kali terjadi pasang surut
dinamika perkawinan, maka sesuai ketentuan Pasal 233 KHUPerdata diperbolehkan
untuk menuntut perpisahan meja dan ranjang (scheiding
van tafel en bed), meminta pengampuan (curatele)
yang satu untuk yang lainnya apabila salah satu pihak tidak cakap bertindak
untuk diri sendiri (vide Pasal 434
KUHPerdata).
KUHPerdata juga mengatur hal-hal yang tidak
diperbolehkan dilakukan antara Suami dan Isteri sbb:
1. Suami dan Isteri tidak boleh melakukan/ mengadakan
perjanjian jual-beli atau hibah, dengan pengecualian-pengecualian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1467 dan 1678
KUHPerdata;
2. Suami dan Isteri tidak diperbolehkan untuk menghibah
wasiatkan (beschikken) barang-barang
dari harta campur (persatuan) mereka.
Ketentuan-ketentuan
dalam KUHPerdata tersebut tidak berlaku mutlak bagi mereka yang beragama islam
yang tunduk pada hukum islam, namun terhadap prinsip-prinsip yang tidak
bertentangan Pasal tersebut tetap dapat diperlakukan. Hal ini mengingat
filosofi pembentukan KUHPerdata adalah berdasarkan prinsip-prinsip budaya
barat, yang dimungkinkan terdapat perbedaan/ gap budaya dan pengaturannya dalam
agama islam.
Post a Comment