Persyaratan perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, agar terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat:
- Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
- Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
- Suatu pokok persoalan tertentu;
- Suatu sebab yang tidak terlarang.
Dalam hukum perjanjian poin 1 dan 2 di atas disebut syarat subjektif, yang apabila tidak terpenuhi berakibat perjanjian dapat diajukan pembatalan. Sedangkan poin 3 dan 4 di atas disebut sebagai syarat objektif, yang apabila tidak terpenuhi maka perjanjian batal demi hukum.
Apabila transaksi dilakukan dengan itikad baik, maka para pihak baik penjual maupun pembeli akan senantiasa memenuhi ketentuan syarat sah perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Namun bagaimana jika transaksi dilakukan dengan itikad buruk? Terlebih objek jual beli adalah barang milik orang lain?
Secara nalar dan moral memang tidak diperkenankan menjual barang milik orang lain, namun bagi orang jahat ataupun mafia hukum tanah. Seringkali ditemukan adanya kondisi dimana Penjual dan Pembeli sepakat dan dengan sengaja menjual barang (misal dalam bentuk rumah atau tanah) yang bukan miliknya, modus selanjutnya mereka “pura-pura” bersengketa kepemilikan perdata di pengadilan dengan alas hak yang “diciptakan” seolah-olah miliknya. Selanjutnya dengan dasar putusan pengadilan yang teah berkekuatan hokum (inkracht) mafia hukum tanah tersebut mengajukan upaya sita eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat.
Bila terjadi seperti itu bagaimana nasib pemilik tanah atau rumah yang sesungguhnya? Tentunya pemilik yang sebenarnya akan sangat merasa dirugikan akibat ulah mafia hukum tanah tersebut. Upaya hukum yang dapat ditempuh melalui gugatan perlawanan hukum atas penetapan sita eksekusi (derden verzet), yang dapat dilakukan selaku pihak ketiga yang berkepentingan.
Selain itu pemilik rumah atau tanah tersebut dapat mengajukan gugatan perdata Perbuatan Melawan Hukum (PMH) atas perjanjian yang dilakukan oleh pihak lain, yang menjual tanah atau rumah bukan miliknya. Perjanjian tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 1471 Juncto Pasal 1472 KUHPerdata sebagai berikut:
Ketentuan Pasal 1471 KUHPerdata mengatur “Jual beli atas barang orang lain adalah batal dan dapat memberikan dasar kepada Pembeli untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga, jika ia tidak mengetahui bahwa barang itu kepunyaan milik orang lain”.
Selanjutnya dalam Pasal 1472 KUHPerdata menentukan “Jika pada saat penjualan, barang yang dijual telah musnah sama sekali, maka pembelian adalah batal. Jika yang musnah hanya sebagian saja, maka pembeli leluasa untuk membatalkan pembelian atau menuntut bagian yang masih ada serta menyuruh menetapkan harganya menurut penilaian yang seimbang”.
Apabila terbukti Pembeli adalah pembeli beritikad baik, maka secara hukum dapat dilindungi hak-haknya di mata hukum. Namun apabila Pembeli juga terlibat aktif dan dari awal mengetahui bahwa tanah atau rumah objek jual beli tersebut bukan milik Penjual, maka akan menanggung resiko hukum akibat batalnya perjanjian tersebut.
Dalam teori hukum pertanahan dan hukum perdata dikenal adanya Pembeli Beritikad Baik, yang diakomodir dalam kesepakatan Rapat Pleno Kamar Perdata Mahkamah Agung RI yang tertian dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2016, dengan kriteria:
- Melakukan jual beli atas objek tanah tersebut dengan tata cara/ prosedur dan dokumen yang sah sebagaimana telah ditentukan Peraturan Perundang-undangan;
- Melakukan kehati-hatian dengan meneliti hal-hal berkaitan dengan objek tanah yang diperjanjikan.
Post a Comment