Kejahatan Digital Lintas Negara

Kejahatan lintas negara adalah kejahatan jenis baru dalam dunia modern, yang memiliki kecenderungan dalam mengadopsi teknologi terbaru melebihi elemen-elemen lainya dalam masyarakat menjadi “keunikan”tersendiri bagi kejahatan jenis ini. Kejahatan lintas negara sering disebut kejahatan internasional yang melampaui lebih dari satu yuridiksi negara.

Internet saat ini menjadi ajang transaksi yang menjanjikan bagi para pelaku kriminal. Melalui internet, batas-batas lintas negara menjadi semu. Kejahatan lintas batas negara bukan lagi perkara sulit, terlebih apabila kejahatan dilakukan secara digital (cyber crime) yang saat ini telah menjadi masalah global.

Kejahatan cyber hanyalah sebuah evolusi bagi para penjahat. Model kejahatan konvensional telah didigitalisasi berkat kemajuan teknologi hingga mampu melintasi batas Negara. Kejahatan lintas Negara dipengaruhi sedikitnya oleh 2 faktor yang saling terkait, yaitu: globalisasi ekonomi dan teknologi informasi yang terus berkembang.

Untuk menangani kejahatan cyber diperlukan perangkat keamanan TI guna dapat memblokir dan menahan serangan-serangan cyber, selain itu diperlukan juga perangkat hukum dalam hal ini Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Internet dan Transaksi Elektronik (ITE). Undang-Undang tersebut dibuat sebagai cyberlaw guna menjerat pelaku-pelaku cyber crime, sehingga masyarakat pengguna teknologi informasi dapat terlindungi, dan memperoleh kepastian hukum.  

Dalam hal penyidikan, Pasal 42 UU ITE mengatur bahwa penyidikan terhadap tindak pidana dalam UU ITE dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan ketentuan dalam UU ITE. Artinya, ketentuan penyidikan dalam KUHAP tetap berlaku sepanjang tidak diatur lain dalam UU ITE. Adapun kekhususan UU ITE dalam penyidikan antara lain:
  1. Penyidik yang menangani tindak pidana cyber ialah instansi Kepolisian Negara RI atau Kementerian Komunikasi dan Informatika;
  2. Penyidikan dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau keutuhan data;
  3. Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap Sistem Elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin Ketua Pengadilan setempat;
  4. Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan Sistem Elektronik, penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.


--> -->

Post a Comment

Previous Post Next Post