Bicara undang-undang,
tidak dapat dilepaskan dari hierarki (tata urutan) Peraturan Perundang-Undangan,
yang berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, tersusun sebagai berikut:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
- Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
- Peraturan Pemerintah;
- Peraturan Presiden;
- Peraturan Daerah Provinsi; dan
- Peraturan Daerah Kabupaten /Kota
Kekuatan hukum peraturan
perundang-undangan sesuai dengan hierarki tersebut di atas, maksudnya adalah
harus terdapat harmonisasi dalam pembuatan setiap peraturan perundang-undangan.
Tidaklah diperbolehkan peraturan yang lebih rendah mengatur sesuatu hal yang
bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
Selain peraturan tersebut di atas,
juga masih terdapat peraturan lainnya yang diakui oleh Undang-Undang Nomor
2011, yaitu peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat;
Dewan Perwakilan Rakyat; Dewan Perwakilan Daerah; Mahkamah Agung; Mahkamah
Konstitusi; Badan Pemeriksa Keuangan; Komisi Yudisial; Bank Indonesia; Menteri;
Badan. Lembaga; atau Komisi yang setingkat yang dibentuk oleh Undang-Undang
atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi; Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,
Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
Secara khusus dalam tulisan ini akan
membahas menganai pembentukan salah satu jenis peraturan perundang-undangan
yaitu Undang-Undang, yang mempunyai kekuatan hukum pada derajat ketiga dari
hierarki perundang-undangan.
Perencanaan penyusunan Undang-Undang
dilakukan dalam program legislasi nasional (prolegnas), yang merupakan skala
prioritas program pembentukan undang-undang dalam rangka mewujudkan sistem
hukum nasional. Penyusunan Prolegnas dilaksanakan oleh DPR dan Pemerintah, yang
ditetapkan untuk jangka menengah dan tahunan berdasarkan skala prioritas
pembentukan rancangan undang-undang. Lebih jauh perancangan Undang-Undang dapat
berasal dari Pemerintah atau DPR atau DPD, yang dipersyaratkan dengan adanya
Naskah Akademik.
Penyusunan Naskah Akademik pada
dasarnya merupakan suatu kegiatan penelitian sehingga dalam penyusunannya pada
umumnya menggunakan metode penelitian hukum, yang dapat menggunakan metode
yuridis normatif dan metode yuridis empiris dikenal juga dengan penelitian
sosiolegal. Oleh karenanya harus berisi filosofi perlunya dibentuk suatu
undang-undang.
Sebelum diberlakukannya suatu
undang-undang dalam sidang paripurna DPR, perlu dilakukan beberapa kali uji
publik/audiensi dengan mengundang stakeholder
terkait. Sehingga pada saat ditetapkan undang-undang tersebut mewakili aspirasi
rakyat Indonesia. Jangan sampai nantinya dibatalkan dalam proses uji materiil
yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi layaknya guardian of constitutional right.
Implementasi penerapan suatu
undang-undang sering kali terkendala kurangnya sosialisasi keberlakuannya, hal
ini sering dijumpai bagi Negara dengan skala penduduk yang besar seperti
Indonesia. Oleh karenanya peran aktif masyarakat mutlak diperlukan, apalagi
dalam setiap ketentuan penutup suatu undang-undangan selalu mencantumkan
klausula sakti: “Undang-Undang ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundang Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.”
Kompleksitas permasalahan muncul,
karena tingkat pendidikan dan wawasan rakyat Indonesia sangatlah beragam tidak
seperti Negara Singapura yang relatif berimbang dari sisi pendidikan maupun
wawasan. Suatu Undang-Undang dianggap berlaku untuk seluruh rakyat Indonesia
dengan berlindung di dalam asas kesetaraan di hadapan hukum (equality before the law). Dalam
kenyataannya hal tersebut sulit diterima karena ratusan juta rakyat Indonesia
hidup di era yang sama dengan aturan hukum yang sama, namun ada diantaranya
yang sangat capable dan update dengan informasi dengan smartphone terbaru full koneksi internet, sedangkan dibelahan daerah Indonesia lainnya
mungkin masih banyak rakyat yang sulit sekali mendapat akses informasi (baca
koran saja jarang apalagi menggunakan tekonologi internet), apalagi diwajibkan
mengetahui suatu undang-undang yang berlaku.
Post a Comment