Perjanjian kawin (prenuptial Agreement) adalah suatu perjanjian yang
dibuat oleh calon suami atau isteri secara otentik di hadapan Notaris, yang
menentukan bahwa mereka telah saling setuju dan mufakat untuk membuat pemisahan
atas harta mereka masing-masing dalam perkawinan mereka kelak (vide Pasal 139 juncto Pasal 147 KUHPerdata). Pelaksanaan perjanjian hanya dapat
dilakukan sebelum/ bersamaan dengan pelaksanaan akad nikah, dan tidak bisa
diadakan perjanjian perkawinan setelah berlangsungnya pernikahan.
Dengan dibuat dan ditandatanganinya perjanjian kawin dalam bentuk akta
Notaril, maka semua harta mereka baik berupa harta yang mereka bawa sebelum
menikah, maupun pendapatan yang mereka peroleh setelah mereka menikah kelak
adalah hak dan milik mereka masing-masing. Demikian pula dengan hutang-hutang
dari masing-masing pihak tersebut.
Dalam akta perjanjian kawin, pada prinsipnya meliputi
klausula sebagai berikut:
- Komparisi akta yang menyatakan identitas para pihak (calon suami dan calon istri) dan kewenangan untuk bertindak;
- Premis akta yang menyatakan maksud kehendak dari para pihak;
- Isi akta yang berisi pasal-perpasal yang menyatakan tidak adanya percampuran harta benda dan kekayaan serta tidak perlu terjadi percampuran hutang piutang; tanggung jawab atas tuntutan prestasi dari perjanjian yang dibuat dari masing-masing pihak; hak dan kewajiban untuk memelihara dan mendidik anak; ahli waris bilamana para pihak meninggal; domisili hukum bilamana terjadi sengketa hukum dikemudian hari.
Untuk memenuhi unsur publisitas, maka Akta Perjanjian Perkawinan yang
telah dibuat hendaknya didaftarkan agar tidak hanya mengikat para pihak tetapi
dapat mengikat/ berlaku juga bagi pihak ketiga (vide Pasal 29 Ayat (1) Undang-Undang Perkawinan). Untuk pasangan
yang beragama islam pencatatan Akta Perjanjian Perkawinan dilakukan oleh KUA
pada buku nikah mereka, sedangkan untuk pasangan non muslim pencatatan Akta
Perjanjian Perkawinan dilakukan oleh Kantor Catatan Sipil setempat.
Post a Comment