Ruang Lingkup Kewenangan Notaris



Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN), dan Undang-Undang lainnya.

Pasal 15 UUJN secara tersurat mengatur tentang kewenangan Notaris, yang secara umum aspek kewenangannya sebagai berikut:

1.     Wewenang Notaris berkaitan dengan tempat

Notaris mememiliki kewenangan di tempat dimana akta itu dibuat. Dalam Pasal 18 Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) menentukan sbb:

  1. Notaris mempunyai kedudukan di daerah kabupaten atau kota;
  2. Notaris mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah provinsi dari tempat kedudukannya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 18 UUJN tersebut maka harus kita bedakan antara “tempat kedudukan Notaris” serta “wilayah jabatan Notaris”

Tempat kedudukan Notaris adalah satu wilayah kabupaten/ kota dimana Notaris berkantor, sedangkan wilayah jabatan Notaris meliputi satu wilayah provinsi yang meliputi tempat kedudukan Notaris.

Notaris hanya memiliki kewenangan untuk menjalankan jabatannya di dalam wilayah jabatannya yaitu satu provinsi yang meliputi tempat kedudukan Notaris tersebut. Hal tersebut juga ditegaskan dalam Pasal 17 UUJN yang melarang Notaris menjalankan jabatannya di luar wilayah jabatannya.

Apabila Notaris melanggar kewenangan berkaitan dengan tempat, akan diancam sanksi (vide Pasal 19 UUJN) berupa:
  1. Peringatan tertulis;
  2. Pemberhentian sementara;
  3. Pemberhentian dengan hormat;
  4. Pemberhentian dengan tidak hormat.


2.     Wewenang Notaris berkaitan dengan waktu

Hal ini berarti bahwa pada saat akta itu dibuat Notaris memiliki kewenangan untuk membuat akta tersebut. Misalnya tidak sedang cuti atau tidak sedang diberhentikan dengan tidak hormat berdasarkan putusan Majelis Pengawas Notaris.

3.     Wewenang Notaris berkaitan dengan orang

Notaris memiliki mempunyai kewenangan untuk membuat akta untuk kepentingan setiap atau semua orang, kecuali orang tertentu yang dilarang untuk menjadi pihak di dalam akta yang dibuat oleh Notaris, vide Pasal 52 Undang-Undang Jabatan Notaris menentukan:

“Notaris tidak diperkenankan membuat akta untuk diri sendiri, istri/ suami, atau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris, baik karena perkawinan maupun karena hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan atau pun dengan perantara kuasa.”

Ketentuan tersebut tidak berlaku apabila orang tersebut, kecuali Notaris sendiri, menjadi penghadap dalam penjualan di muka umum, sepanjang penjualan itu dapat dilakukan di hadapan Notaris, persewaan umum, atau pemborongan umum, atau menjadi anggota rapat yang risalahnya dibuat oleh Notaris.

4.     Wewenang Notaris berkaitan dengan akta

Pada prinsipnya Notaris memiliki kewenangan untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik. Namun ada akta yang kewenangan pembuatannya oleh Undang-Undang diberikan kepada pejabat lain dimana Notaris tidak berwenang untuk membuat akta tersebut, seperti: akta perkawinan, akta kelahiran, akta kematian (berkaitan dengan catatan sipil) dimana pejabat yang berwenang membuatnya adalah Pejabat Kantor Catatan Sipil; akta risalah lelang  dimana yang berwenang membuatnya adalah Pejabat Lelang.

Tidak dipenuhinya salah satu syarat mengenai kewenangan Notaris tersebut dapat mengakibatkan akta yang dibuat tidak otentik dan hanya mempunyai kekuatan pembuktian seperti akta yang dibuat di bawah tangan, apabila akta tersebut ditandatangani para penghadap.


Apabila dalam suatu ketentuan Undang-Undang ditentukan bahwa suatu perbuatan atau perjanjian harus dibuktikan dengan suatau akta otentik, maka apabila salah satu dari persyaratan tersebut tidak dipenuhi mengakibatkan akta yang bersangkutan menjadi tidak sah.

Post a Comment

Previous Post Next Post